Oleh : Haris Setyawan
Mahasiswa Manajemen program joint degree di Thailand

MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) merupakan sebuah agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk menghilangkan, jika tidak, meminimalisasi hambatan-hambatan di dalam melakukan kegiatan ekonomi lintas kawasan, misalnya dalam perdagangan barang, jasa, dan investasi.
Terdapat empat hal yang menjadi fokus MEA. Pertama, negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis produksi. Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan suatu kebijakan yang meliputi competition policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM), dan yang terakhir, MEA akan diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global.
Keempat fokus utama ini bermakna bahwa MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok perdagangan tunggal yang dapat menangani dan bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-ASEAN.
Berdasarkan The Chairman’s Statement of the 27th ASEAN Summit 21 November 2015 disepakati secara formal MEA terbentuk pada 31 Desember 2015. Itu artinya sejauh ini MEA telah berlangsung selama kurang lebih 3 minggu. Dalam kurun waktu itu sepertinya keberadaan MEA belum terasa berarti, namun masing-masing negara di Asia Tenggara meyakini bahwa MEA telah dipersiapkan secara baik dan matang, tak terkecuali Indonesia dan Thailand.
Indonesia adalah negara dengan populasi dan ekonomi terbesar di ASEAN. Populasinya sekitar 252 juta jiwa (PBB 2015) atau sekitar 38 % dari jumlah populasi ASEAN yang kabarnya sudah mencapai 622 juta jiwa (ASEAN Secretariat, 2015). Pada sisi investasi, kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja, pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia. Selain itu Indonesia termasuk unggul dalam produk tekstil dan pakaian jadi. Sebagai buktinya nilai ekspor tekstil dan produk turunannya pada tahun lalu mencapai US$ 12,74 juta atau 7,2 persen dari total ekspor non migas nasional.
Menurut data dari kantor berita antara, Indonesia memiliki sebanyak 9 produk unggul dan 10 produk potensial di level ASEAN. Sembilan produk unggulan ekspor itu adalah garmen, elektronik, karet, produk hutan, alas kaki, otomotif, udang, coklat dan kopi. Sedangkan 10 produk potensial ekspor tersebut adalah kulit dan produk kulit, peralatan dan instrumen medis, rempah-rempah, makanan olahan, essential oil, ikan dan produk ikan, produk kerajinan, perhiasan, bambu dan peralatan tulis selain kertas.
Saat ini, pemerintah Indonesia sedang menekankan pentingnya penerapan SNI (Standar Nasional Indonesia) sebagai upaya meningkatkan daya saing produk lokal dan sekaligus ingin melepaskan kendali dari pasar dunia.
Sedangkan untuk Thailand, sektor industri disana berada pada posisi kuat karena ditopang industri pendukung yang besar. Industri pendukung Thailand berinvestasi di luar negeri untuk menjadi pemasok bagi perusahaan prinsipal dari negara lain, seperti Jepang. Selain industri pendukung, Thailand juga meningkatkan daya saing tenaga kerja. Pihaknya mengirimkan tenaga kerja untuk mendapatkan pelatihan langsung ke perusahaan prinsipal di luar negeri. Thailand fokus memperkuat ekspansi luar negeri sekaligus mendorong investasi ke dalam.
Sementara itu,  industri elektronik, elektrik, otomotif, dan petrokimia akan menjadi andalan Thailand dalam menghadapi persaingan di era MEA ini. Mereka juga akan mengandalkan industri yang pemain lokalnya juga kuat, yakni, industri makanan olahan, tekstil, dan fashion. Jadi, tidak hanya industri yang didominasi pemain multinasional.
Baik Indonesia maupun Thailand telah menunjukkan kesiapan dan keseriusannya. Masing-masing bertekad untuk bersaing secara hebat di pentas MEA. Siapa yang akan jadi pemimpin dan siapa yang akan jadi pengikut? waktu yang akan menjawabnya.