Surabaya, Bhirawa
Kabupaten Sampang dikenal sebagai salah satu penghasil batik tulis di Madura. Mayoritas bahan pewarna batik tulis yang digunakan selama proses produksi oleh perajin wilayah ini berasal dari bahan kimia. Pengalaman menunjukkan bahwa pasca proses produksi batik tulis khususnya bahan kimia, perajin langsung membuang air limbah batik ke saluran terdekat tanpa melalui proses pengolahan limbah.

Ketua Tim pelaksana Program Pemberdayaan Mitra-Usaha Produk Unggulan Daerah (PM-UPUD) Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya Dr. Amirullah didampingi anggota tim Tri Wardoyo, MT dan Achmad Yulianto, MT dengan Tim LPPM saat berfoto bersama dengan Pemilik UD Shalempang H. Ali Imron.

Sekarang, ancaman pencemaran tanah atau saluran akibat buangan limbah cair sudah ada jalan keluarnya. Dibangunnya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Batik Tulis, hasil kerja bareng Direktorat Riset Teknologi dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM) dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Bhayangkara (LPPM – Ubhara) Surabaya berhasil menjawab persoalan laten perajin industri batik tulis di Dusun Pliyang, Desa Tanggumong, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang.

Salah satu dampak negatif proses produksi batik tulis adalah buangan limbah cair, yang merupakan hasil residu dari produksi batik. Limbah cair ini umumnya berasal dari proses pewarnaan, pencucian dan pelepasan malam atau lilin (pelorodan).

“Limbah tersebut umumnya mengandung zat-zat pencemar yang kadarnya melebihi baku mutu,” kata Ketua Tim pelaksana Program Pemberdayaan Mitra-Usaha Produk Unggulan Daerah (PM-UPUD) LPPM Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya Dr Amirullah.

Menurut Amirullah, kondisi di lapangan menunjukkan hampir semua UMKM batik tulis di Kabupaten Sampang tidak mempunyai instalasi pengolahan limbah.

“Perajin biasanya langsung membuang air limbah begitu saja ke selokan atau sungai terdekat. Padahal pembuangan limbah batik langsung ke lingkungan tanpa proses pengolahan limbah terlebih dahulu, dapat mencemari lingkungan sekitarnya yaitu air dan tanah,” jelas Amirullah yang juga dosen Program Studi (Prodi) Teknik Elektro Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya ini.

Permasalahan limbah berdampak membahayakan lingkungan ini selanjutnya menjadi ide dan menjadi perhatian tim yang beranggotakan Tri Wardoyo, MT dan Achmad Yulianto, MT dari Prodi Teknik Sipil dan Dr. Nur Laily dari Prodi Manajemen STIESIA Surabaya, sehingga menjadi dasar mereka untuk mengajukan proposal Program PM-UPUD berjudul Penerapan Teknologi Ramah Lingkungan dan Peningkatan Efsiensi pada Proses Produksi Batik Tulis Motif Sampang di Desa Tanggumong Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang Jawa-Timur. “Alhamdulllah pada tahun ini setelah melalui tahap seleksi terhadap ribuan proposal dari dosen PTN/PTS se-tanah air oleh DRTPM, proposal PM-UPUD kami masuk dalam salah satu judul proposal lolos dan didanai untuk dilaksanakan di UMKM Kabupaten Sampang dalam skema program pengabdian kepada masyarakat multi tahun selama tiga tahun”, kata Amirullah.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, lanjut Amirullah, LPPM Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya bekerja sama dengan LPPM STIESIA Surabaya didukung DRTPM Kemendikbud Ristek melaksanakan Program PM-UPUD selama tiga tahun dimulai pada Tahun 2023.

Melalui dukungan dana hibah pengabdian kepada masyarakat multi tahun, kegiatan yang dilaksanakan berbentuk penerapan produk teknologi instalasi pengolah air limbah (IPAL) untuk proses produksi batik tulis kepada dua mitra kegiatan yaitu UD Shalempang dan Kelompok Perajin Batik di Dusun Pliyang, Desa Tanggumong, Kecamatan Sampang, Kabupaten Sampang.

Lebih lanjut menurut Amirullah persaingan dalam mendapatkan hibah pembiayaan dari DRTPM Kemendikbud Ristek ini sangat ketat. Dari ribuan proposal yang diajukan dari PTN/PTS se- Indonesia, hanya 18 judul proposal PM-UPUD yang disetujui dan lolos didanai.

Seleksinya relatif ketat. Ini semacam program bantuan dari DRTPM melalui LPPM untuk UMKM atau kelompok masyarakat yanga baru saja pulih dari dampak pendemi Covid-19 untuk meningkatkan kinerja mereka dari sisi penguatan teknologi, produksi, manajemen, dan akhirnya bermuara pada peningkatan pemasaran produk yang mereka hasilkan,” jelas Amirullah lagi.

Aman untuk Budidaya Lele
Ketua Paguyupan Perajin Batik Dusun Pliyang yang juga pemilik UD Shalempang H. Ali Imron mengaku sangat terbantu dengan dibangunnya IPAL. Menurut Imron, dengan adanya perhatian dari pemerintah lewat DRTPM Kemendikbud yang menggandeng LPPM Ubhara Surabaya dan LPPM STIESIA Surabaya, membuat pelaku industri batik tulis di Sampang merasa tidak sendirian.

“Sejujurnya kami sangat membutuhkan teknologi semacam ini, karena sebelumnya di Kabupaten Sampang belum ada satupun UMKM Batik Tulis yang mempunyai IPAL. Kami tidak mungkin sendirian untuk memikirkan masalah limbah ini. Alih alih mikir limbah memikirkan nasib industri pasca pandemi ini saja sudah berat,” jelas Imron. Dengan keberadaan IPAL, bukan hanya masalah limbah yang terselesaikan, namun juga air hasil pengolahan melalui IPAL tersebut bisa dimanfaatkan untuk kepentingan yang lain seperti mencuci kain batik tulis kembali, menyiram tanaman dan bahkan aman untuk budidaya ikan lele.

Menurut Tri, anggota Tim PM-UPUD lainnya, pada kegiatan PM-UPUD ini, total ada delapan bak IPAL batik tulis yang dibangun antara-lain: tiga buah bak pengendap dan perata aliran limbah, satu buah bak koagulasi, tiga buah bak absorbsi karbon aktif, dan satu buah bak kontrol akhir. Bangunan IPAL juga terhubung dengan listrik PLN untuk mengerakkan pompa yang berfungsi menaikkan air limbah dari bak pengendap menuju bak koagulasi.

Secara khusus Tri juga menjelaskan selain kegiatan utama ada tiga kegiatan penunjang PM-UPUD tahun pertama atau 2023, yakni pelatihan pewarnaan alam batik tulis motif Sampang, pelatihan pemasaran batik tulis berbasis sosial media. Terakhir adalah pelatihan promosi dan branding penjualan kain batik tulis.

“Kegiatan ini juga menggandeng mitra dari kelompok pembatik asal Kotah Jrengik, Rangtang Sampang, dan Ketapang dengan total pembatik sasaran berjumlah 20 orang,” jelas Tri mengakhiri pembicaraan dengan Bhirawa. [Wahyu Kuncoro]